Friday 25 May 2012

You love her?


Nada, aku memulai sebuah pertemuan tidak sengaja denganmu di kotamu, Kebumen. Aku pula yang mengawali persahabatan kita dengan berlatih menulis dan mencoba membangkitkan jiwa penulis hingga aku berani bertekad membuat buku, itu karena kamu.
Nada, aku masih ingat dengan hari-hari dimana aku menangis ketika menerima nasihat yang cukup pedas darimu. Hari-hari dimana aku benci saat kamu tidak membalas smsku. Hari-hari dimana aku bosan dengan sikapmu yang selalu marah dengan tingkah salahku.
Nada, dua tahun yang lalu.. tepat dua tahun yang lalu aku catat sebagai hari dimana aku jatuh hati padamu. Aku memaksakan egoku untuk tetap bertahan mencintaimu hingga awal tahun 2012. Entah pesona apa yang ada pada dirimu hingga aku bisa bertahan mencintaimu sejauh itu tanpa sepengetahuanmu.
Nada, mungkin jika kamu tahu keseharianku selama dua tahun yang lalu, aku rasa kamu akan mengataiku lebih parah dari orang gila. Ya, aku gila olehmu. Tanyalah teman-temanku yang selalu risih dengan kegilaanku selama ini.
Nada, aku fikir aku akan hidup dengan cinta pertamaku, yaitu kamu. Aku fikir aku akan memetik buah penantian selama dua tahun ini. Tapi nada, aku sadar bahwa itu tidak mungkin. Dan.. aku fikir dulu, aku akan menggapai mimpi dan masa depan bersama-sama denganmu.
Nada, aku menyayangimu. Itu artinya aku diharuskan menyayangi semua kebahagiaanmu. Yah, aku tengah berusaha sekarang nada.. Aku sedang berusaha tersenyum dan mencoba menyalami kamu dan dia di pertemuan kita nanti. Entah kapan.
Nada, aku sempat mengadu pada Tuhan jika ditiadakan saja "dia" yang telah memupuskan harapanku untuk bisa hidup lebih lama denganmu. Aku juga sempat mengadu pada Tuhan hingga aku berteriak tak pantas.
Nada, mungkin dalam lubuk hatimu yang paling dalam, kamu bisa merasakan bagaimana aku, rasaku dan asaku. Mungkin juga saat ini kamu tengah tertawa bersama dia, menertawakan kebodohanku.

Tuesday 15 May 2012

Tak Lama Lagi

 “Belajarlah yang rajin, Nak…Ingat, tak lama lagi lho…” 

Ayah mulai mengakhiri obrolan kami  di halaman tempat tinggal baruku sore itu. Aku kembali ke kamar tepat di lantai tiga kemudian tersungkur di atas pembaringan baru. Dengan hati yang miris dan tubuh lemas, ku akhiri tangisku sore itu juga. Ya, layaknya anak kecil yang ditinggal ibunya pergi belanja, aku merengek manja sembari melepas kepulangan ayah ke rumah. Lantas, bagaimana denganku di sini, Ayah? Tanyaku dalam hati.

Sifat burukku memang sulit untuk dipudarkan, apalagi dimusnahkan. Manja. Orang biasa mengataiku dengan kata tidak mengenakkan itu. Ah, mereka terlalu berlebihan. Keluhku.

“Ayah, aku ini masih tergolong remaja kecil! Aku tidak mau jauh-jauhan seperti ini dari Ayah dan Ibu! Di sini banyak aturan, terlalu formal, berat untuk dilaksanakan dan susah untuk dilanggar! Menyebalkan!
Ya Tuhan, kehidupan seperti inikah yang Kau berikan untuk hambaMu? Hamba yang dulunya bersahabat dengan dunia dolan-dolan dan bersantai ria, kini harus membalikkan semuanya kedalam putaran sempurna 360 derajat? Oh Tuhan, berilah aku waktu untuk mengeluh lagi. Walau aku tahu Kau amat membenci perbuatan ini.”

Hingga akhirnya, tiba masaku untuk membelalak. Membuka mata lalu melihat sekelilingku. Mereka tak seperti aku. Ya, mereka lebih hebat dariku. Mereka tidak manja. Mereka tidak buta dengan kedewasaan. Mereka hebat.

Tuhan, ampuni aku. Terlampau sering aku mengeluh dalam kurun waktu dua hari di tempat tinggal baruku, hingga aku jenuh. Jenuh, jenuh dan amat jenuh.

Dan…

“Sudah sarapan, Nak ku sayang? Pake apa? Hayoo, telat shalat shubuh gak nih? Belajar yang bener ya.. Ingat, tak lama lagi lho…”

Ah ayah. Sms-nya bikin kangen rumah saja.
Pagi, siang, hingga menjelang maghrib. Pesan singkat dari ayah sengaja tak aku balas. Malas, takut kangen rumah.

Dan lagi…

“Nak, ayoo belajar.  Ingat, tak lama lagi lho…”

Ada keganjalan dalam dimensi otak kananku tentang pesan singkat ayah selama aku berlabel mahasiswa baru. Ingat, tak lama lagi lho…

Rasa penasaranku kian menjadi-jadi ketika ayah selalu menyisipkan kata-kata misterius itu disetiap pesan singkatnya. Apa gerangan maksud ayah?
Tanpa pikir panjang, aku segera menelepon ayah dan menanyakan kalimat misterius itu. Dengan nada lembut bak suara dzikir Ustadz Yusuf Mansur, ayahku menjawab:

“Kamu mau berjanji dulu dengan ayah, Nak?”
“Insya Allah, ayah. Apa ayah?”
Ingat, tak lama lagi lho… umur ayah. Lakukanlah yang terbaik yang kamu bisa untuk ayah, Nak”.

Tuttutututut. Seketika itu sambungan telepon aku putus. Ayah… anakmu ini mengerti dengan ucapan pendekmu. Aku tahu, umur manusia tak ada yang tahu. Dan akupun tahu, ayah ingin hidup sama seperti Nabi Muhammad dalam kurun waktu sekitar 66 tahun. Ketika keinginan ayah berbalik dengan fakta, dan seperti apapun fakta itu bersemayam dalam diri ayah.. Itu berarti, memang tak lama lagi…

Yaa Rabb.. Yaa ‘Izzati..
Ampuni aku dengan ketidak sopananku dan dosa-dosaku selama ini kepada orang tuaku.
Ampuni aku dengan kemanjaanku yang selalu membuat risih mereka.
Ampuni aku dengan kelemahan imanku sehingga aku tak pernah menyadari tulusnya kasih sayang mereka.
Aku mau untuk tidak manja lagi.
Aku mau untuk tidak bermalas-malasan lagi.
Aku mau memperjuangkan masa depanku.
Karena “tak lama lagi…”

Rabbanaa aatinaa fiddunya hasanah, wa fil aakhirati hasanah, wa qinaa ‘adzabannar. Amiin.

Untuk Sang Cinta, Jangan Takut


Cinta..
Jangan takut ketika aku mengenalmu,
karena aku mengenalmu dengan agama yang kau miliki..

Jangan takut ketika aku melihatmu,
karena aku melihatmu bukan dengan birahi..

Jangan takut ketika aku menilaimu,
karena aku menilaimu dengan hati..

Jangan takut ketika aku memperhatikanmu,
karena aku tak akan meluapkannya dengan basa-basi..

Jangan takut ketika aku memikirkanmu,
karena sejatinya aku memikirkan keindahan karya Ilahi..

Jangan takut ketika aku mengagumimu,
karena rasa kagumku bukan petisi..

Jangan takut ketika aku merindukanmu,
karena rasa rinduku tak membuatmu rugi..

Jangan takut ketika aku MENCINTAIMU,
karena aku mencintaimu bukan karena aku ingin dicintai..

Dan jangan takut ketika aku ingin bersama-sama denganmu,
karena itu hanya mimpi, yang tak mungkin terealisasi..

Jangan takut, Cinta..
aku masih dan akan tetap menjaga hatiku untuk selalu mencintaimu dalam sunyi, dalam diamku..